
Keputusan pemerintah melarang penjualan gas LPG tiga kilogram di tingkat pengecer atau warung sejak 1 Februari lalu disebut sebagai kebijakan yang "mematikan pengusaha kecil, menyusahkan konsumen, dan bertentangan dengan komitmen Presiden Prabowo yang berpihak pada rakyat kecil". Daripada pelarangan, pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai pemerintah seharusnya mengubah subsidi 'gas melon' itu dari sistem terbuka—produknya yang disubsidi—menjadi sistem tertutup yang fokus pada penerima bantuan. "Kelompok miskin yang berhak sesuai dengan data Kemensos dikasih kartu yang ada barcode-nya," kata Fahmy. "Setiap beli, baik di warung sekalipun tanpa harus di agen, kartu itu di-scan dengan HP. Kalau yang tidak punya kartu, maka membeli gas tiga kilogram dengan harga pasar atau harga normal," tuturnya. Tiga hari berjalan, larangan penjualan gas melon di warung pengecer telah menuai keresahaan, di kalangan konsumen, penjual eceran, hingga pemilik pangkalan gas. Mereka mengeluhkan antrean yang lama, jarak agen gas yang jauh, hingga jumlah LPG yang langka. Bahkan, seorang warga di Tangerang Selatan dilaporkan meninggal dunia usai mengantre membeli gas melon. Atas beragam keluhan itu, Presiden Prabowo Subianto disebut menginstruksikan agar pengecer boleh kembali berjualan gas LPG tiga kilogram per 4 Februari 2025. #gaselpiji3kg ============ Berlangganan channel ini di sini: https://bit.ly/2Mkg9hY Ini adalah channel resmi BBC Indonesia, di mana kami menyajikan berita internasional dan berita nasional yang akurat dan tidak berpihak. Video tentang berita terkini disajikan dalam berbagai format, mulai dari video dokumenter, video eksplainer, dan wawancara tokoh. Terima kasih telah mengunjungi kami. Ikuti juga akun media sosial kami lainnya: ▪️ Instagram: https://ift.tt/avFC2b0 ▪️ Twitter: https://twitter.com/BBCIndonesia ▪️ Facebook: https://ift.tt/h8sD6do #bbcindonesia